BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
dan penggunaan transaksi salam dan salam paralel
Bai’assalam, atau biasa disebut dengan salam, merupakan pembelian barang
yang pembayaranya dilunasi di muka, sedangkan penyerahan barang dilakukan di
kemudian hari. Akad salam ini digunakan untuk memfasilitasi pembelian suatu
barang (biasanya barang hasil pertanian ) yang memerlukan waktu untuk
memproduksinya.[1]
Dan adapun salam
paralel merupakan jual beli barang yang melibatkan dua transaksi salam , dalam
hal ini transaksi salam yang pertama
dilakukan antara nasabah dengan bank, sedang transaksi salam yang kedua
dialakukan antara bank dengan petani atau pemasok.
Keuntungan menggunakan
skema salam antara lain:[2]
1.
Bagi
petani
Skema salam pembayaran dimuka sangat
membantu petani dalam pembiayaan kebutuhan petani dalam memproduksi barang
pertanian. Dengan demikian, petani memiliki dorongan yang lebih besar untuk
meningkatkan kapasitas produksinya agar dapat menghsilkan produk pertanian yang
lebih banyak, sehingga disamping untuk diserahkan kepada pembeli sebanyak yang
sudah ditentukan, juga dapat digunakan untuk diri sendiri atau untuk dijual
kepada pihak lain.
2.
Bagi
pemerintah
Penggunaan skema salam dengan ciri
pembayaran dimuka akan dapat mempercepat pencapaian target target pemerintah dalam meningkatnkan cadangan
pengadaan produk pertanian. Skema ini dipandang dapat mengantisipasi keengganan
petanimenjual produknya kepada pemerintah selama ini. Baik karena telah
terbiasa menjual kepada tengkulak atau pedagang besar. Keuntungan lainya bagi
pemerintah ialah dengan tercapainya target cadangan pengadaan produk pertanian
dengan dana yang terjangkau, maka akan mempercepat peran serta pemerintah dalam
ekspor produk keluar negeri.
3.
Bagi
pengusaha
Penggunaan skema salam bagi pengusaha
berpotensi meningkatkan efisiensi dan nilai penjualan pengusaha produk
pertanian. Pengusaha, dalam hal ini berperan sebagai penjual produk pertanian
baik untuk konsumsi local maupun ekspor, akan dapat memiliki produk pertanian
dari petani dengan harga yang relatif lebih
rendah dibanding dengan harga pasar mengingat pembayaran yang dilakukan dimuka.
Adanya harga pembelian yang relative lebih murah tersebut akan memberikan
keuntungan bagi penguasaha untuk memperoleh margin yang menarik. Keuntungan
lain bagi pengusaha adalah adanya kepastian memperoleh barang yang di inginkan,
sehingga tidak perlu khawatir atas persaingan mendapatkan mendapatkan barang
saat panen dengan pengusaha lain.
4.
Bagi
bank syariah
Skema salam pada dasarnya sangat
menguntungkan bagi bank syariah mengingat pembeli sudah menyerahkan uangnya
dimuka terlebih dahulu. Dengan demikian
resiko kegagalan membayar utang tidak ada ssama sekali, walau transaksi ini
menimbulkan resiko baru, yaitu kegagalan menyerahkan barang dengan pengalaman
dan jaringan petani yang dimiliki bank resiko ini mestinya tidak sulit untuk
diatasi oleh bank syariah.
B. Ketentuan syar’I, rukun
transaksi, pengawasan syariah, dan kharakteristik transaksi salam dan salam parallel.
1. Ketentuan
syar’I transaksi salam dan salam paralel
Landasan Syariah transaksi Bai’
as-salam terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis. Dalam Al-Qur’an dijelaskan pada
surat al-Baqarah ayat 282 yang artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[3]
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya....”
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan
keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai’ as-salam, hal ini tampak jelas
dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin utuk
jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan
diizinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.[4]
Adapun landasan syar’I dibolehkanya transaksi
salam adalah sebagai mana di sebutkan dalam hadist nabi SAW riwayat ibnu abas berikut:
“barang siapa yang melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukannya dengan
takaran yang jelas, timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang
diketahui”.
Ketentuan syar’I transaksi salam diatur dalam fatwa
DSN nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli salam. Fatwa tersebut mengatur
tentang ketentuan pembayaran, barang,
salam paralel, waktu penyerahan, dan syarat pembatalan kontrak,
ketentuan – ketentuan tersebut akan dalam aspek rukun salam berikut:
2. Rukun
transaksi salam[5]
Pelaksanaan bai’as-salam harus
memenuhi sejumlah rukun berikut ini:
a)
Muslam atau pembeli
b)
Muslam ilaih atau penjual
c)
Modal atau Utang
d)
Muslam Fiih atau Barang
e)
Sighat atau ucapan
3. Rukun
transaksi salam paralel
Berdasarkan fatwa DSN nomor 05/DSN-MUI/IV/2000,
disebutkan bahwa akad salam kedua (antara bank sebagai pembeli dengan petani
sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dengan akad pertama. Adapun akad
kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun rukun yang dilakukan ppada
akad salam yang pertama juga berlaku pada akad salam kedua.
4. Pengawasan
syariah transaksi salam dan salam paralel
Dalam memastikan kesesuaian praktik jual beli salam
dan salam paralel yang dilakukan dengan ketentuan syariah yang ditetapkan oleh
DSN, DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik. Pengawasan tersebut
berdasarkan pendoman yang ditetapkan oleh bank Indonesia dilakukan untuk:
1)
Memastikan
barang yang diperjual belikan tidak haramkan oleh syariah.
2)
Memastikan
bahwa pembayaran atas barang salam kepada pemasok telah dilakukan diawal
kontrak secara tunai sebesar akad salam.
3)
Meneliti
bahwa akad salam telah sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang salam dan peraturan
bank Indonesia yang berlaku.
4)
Meneliti
kejelasan akad salam yang dilakukan dalam format salam paralel atau akad salam
biasa.
5)
Meneliti
keuntungan bank syariah atas praktik salam paralrl di peroleh dari selisih
antara harga beli dan pemasok dengan harga jual kepada nasabah/pembeli akhir.
Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS
menuntut bank syariah untuk hati hati dalam melakukan transaksi jual beli salam
dengan nasabah, disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib
administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap
saat dilakukan pengawasan terhadap kesyariaahan transaksi salam yang dilakukan.
5. Karakteristik transaksi salam dalam PSAK 103
Karakteristik transaksi salam dalam PSAK 103
adalah sebagai berikut:[6]
- LKS dapat bertindak sebagai
pembeli dan atau penjual. Jika LKS bertindak sebagai penjual kemudian
memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam
maka hal itu disebut salam parallel.
- Salam parallel dapat
dilakukan dengan syarat:
- Akad antara LKS
(pembeli) dan produsen (penjual), terpisah dari akad antara LKS (penjual)
dan pemebeli akhir.
- Kedua akad tidak saling
bergantung (ta’alluq)
- Spesifikasi dan harga
barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad.
Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah jangka waktu akad.
Dalam hal bertidak sebagai pembeli, LKS dapat meminta jaminan kepada
penjual untuk menghindari resiko yang merugikan.
- Barang pesanan harus
diketahui karaktersitiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifiaksi
teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan
karakteristik yang telah disepakti antara pembeli dan penjual.
- Alat pembayaran harus
diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa kas, barang atau manfaat.
Pelunasan harus dilakakukan pada saat akad disepakati dan tidak boleh
dalam bentuk pembebasan hutang penjual atau penyerahan piutang pembeli
dari pihak lain.
- Transaksi salam dilakukan karena
pembeli berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan
penjual (produsen) memproduksi barangnya, yang dipesan memiliki
spesifikasi khusus atau pemebli ingin mendapatkan kepastian dari penjual.
Transaksi salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang kepada
pembeli.
C. Alur
transaksi salam dan salam paralel
Berdasarkan figure 10.1, alur transaksi
salam dilakukan dengan:[7]
Pertama, negosiasi dengan persetujuan
kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait transaksi salam yang akan
dilaksanakan.
Kedua, setelah akad disepakati, pembeli
melakukan pembayaran terhadap barang yang diinginkan sesuai dengan kesepakatan
yang sudah dibuat.
Ketiga, pada transaksi salam, penjual mulai
melakukan produksi atau melakukan tahapan penanaman produk yang diinginkan
pembeli. Ssetelah produk dihasilkan, pada saat atau sebelum tanggal penyerahan,
penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang
telah disepakati kepada pembeli. Adapun transaksi salam paralel,yang biasa
dilakukan oleh penjual (bank syariah) yang tidak memproduksi sendiri produk
salam, setelah menyepakati kontrak salam dan menerima dana dari nasabah salam,
selanjutnya secara terpisah membuat akad salam dengan petani sebagai produsen
produk salam.
Keempat, setelah menyepakati transaksi salam
kedua tersebut, bank langsung melakukan pembayaran kepada petani
Kelima, dalam jangka waktu tertentu, berdasarkan
kesepakatan dengan bank, petani mengirim produk salam kepada petani sesuai
spesifikasi yang ditentukan.
Keenam,
bank menerima dokumen
penyerahan produk salam dari petani.
2.bayar
4.bayar
5.kirim barang
D. Cakupan
standar akutansi salam dan salam paralel
Akutansi salam diatur dalam PSAK nomor 103 tentang
akutansi salam. Standar tersebut berisikan tentang pengakuan dan
pengukuran, baik sebagai pembeli maupun
sebagai penjual. Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam ketentuan pengakuan
dan pengukuran salam adalah terkait dengan piutang salam, modal usaha salam,
kewajiban salam, penerimaan barang pesanaan salam, denda yang diterima oleh
pembeli dari penjual yang mampu, tetapi sengaja menunda nunda penyelesaian
kewajibanya serta tentang penialaian persediaan barang pesanan pada periode
pelaporan. Konsep dan aplikasi detail standar autansi salam dan salam paralel
akan dibahas langsung pada sub- bab tekinis perhitungan dan penjurnalan
transaksi.
1.
Akuntansi untuk Pembeli (Jika Bank sebagai Pembeli)
a. Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau
dialihkan kepada penjual.
b. Modal usaha salam dapat berupa kas dan asset nonkas. Modal usaha
salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal
usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai ED Syariah No.
103ok.pmd 11/15/2006, 3:43 PM 3 wajar. Selisih antara nilai wajar dan nilai
tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan atau
kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
c. Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
(1) Jika barang pesanan sesuai dengan akad
dinilai sesuai nilai yang disepakati;
(2) Jika barang pesanan berbeda kualitasnya,
maka:
·
Barang
pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai pasar (nilai
wajar jika nilai pasar tidak tersedia) dari barang pesanan yang diterima
nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam
akad;
·
Barang
pesanan yang diterima diukur sesuai nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar
tidak tersedia) pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika
nilai pasar dari barang pesanan lebih rendah dari nilai barang pesanan yang
tercantum dalam akad;
(3) Jika pembeli tidak menerima sebagian atau
seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh
tempo pengiriman, maka:
v Jika
tanggal pengiriman diperpanjang, nilai tercatat piutang salam sebesar bagian
yang belum dipenuhi tetap sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad;
v Jika
akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah
menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak
dapat dipenuhi; dan
v Jika
akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan
atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari
nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil
penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual yang telah
jatuh tempo.Sebaliknya, jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari
nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
d. Pembeli dapat mengenakan denda kepada penjual, denda hanya boleh
dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan kewajibannya, tetapi sengaja
tidak melakukannya. Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu
menunaikan kewajibannya karena force majeur. Denda dikenakan jika penjual lalai
dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui
sebagai bagian dana kebajikan.
e. Barang pesanan yang telah diterima diakui sebagai persediaan. Pada
akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi
salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang
dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah
dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
2. Ilustrasi Jurnal Piutang Salam (Bank sebagai Pembeli)
a. Pada saat bank memberikan modal salam
D. Piutang salam XXX
K. Kas/rekening penjual XXX
b. Pada saat bank menerima barang dari
penjual
*
Sesuai akad
D. Persediaan (aktiva
salam) XXX
K. Piutang salam XXX
*
Berbeda
kualitas dan nilai pasar lebih rendah dari nilai akad
D. Persediaan (aktiva
salam) XXX
K. Kerugian salam XXX
K. Piutang salam XXX
c. Bank tidak menerima sebagian barang
pesanan sampai dengan tanggal jatuh tempo
D. Persediaan (barang
pesanan) XXX
K. Piutang salam XXX
d. Jika bank membatalkan barang pesanan
D. Aktiva lain2-piutang
salam kepada penjual (supplier)
XXX
K. Piutang salam XXX
e. Jika bank membatalkan barang pesanan
tetapi penjual (salam) memberikan jaminan
* Penjualan jaminan dengan hasil lebih kecil dari piutang salam
D. Kas/kliring XXX
D. Aktiva lain2-piutang
salam kpd penjual (supplier)
XXX
K. Piutang salam XXX
* Penjualan jaminan dengan hasil lebih besar dari piutang salam
D. Kas/kliring XXX
D. Rekening
penjual (supplier) XXX
K. Piutang salam XXX
f. Pengenaan
denda pada nasabah mampu tetapi tidak memenuhi kewajiban dengan sengaja
D.
Kas XXX
K.
Rekening wadi’ah-dana kebajikan XXX
3. Akuntansi
untuk Penjual (Jika Bank sebagai Penjual)
1. Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha
salam sebesar modal usaha salam yang diterima.
2. Modal usaha salam yang diterima dapat berupa kas dan aset nonkas.
Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima,
sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai
wajar.
3. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat
penyerahan barang kepada pembeli. Jika penjual melakukan transaksi salam
paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya
perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat
penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
4. Ilustrasi Jurnal hutang salam (bank
sebagai penjual)
(1) Pada saat bank menerima usaha salam dari
pembeli
D. Kas/Rekening pembeli XXX
K. Hutang salam XXX
(2) Pada saat
bank menyerahkan barang kepada nasabah pembeli
D. Hutang salam XXX
K. Persediaan (barang pesanan) XXX
K. Pendapatan bersih salam XXX
[4] Ibid, M. Syafi’i
Antonio. Bank syariah dar teori
kepraktik, Jakarta, Gema Insani Press, 2001. Hlm.108
0 komentar:
Posting Komentar