BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Surah
Al-Baqarah ayat 233
*
ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöã £`èdy»s9÷rr&
Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x.
(
ô`yJÏ9 y#ur&
br&
¨LÉêã sptã$|ʧ9$# 4
n?tãur
Ïqä9öqpRùQ$#
¼ã&s!
£`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/
4
w ß#¯=s3è? ë§øÿtR wÎ) $ygyèóãr 4
w §!$Òè? 8ot$Î!ºur
$ydÏ$s!uqÎ/
wur ×qä9öqtB
¼çm©9
¾ÍnÏ$s!uqÎ/
4
n?tãur
Ï^Í#uqø9$#
ã@÷VÏB y7Ï9ºs
3
÷bÎ*sù #y#ur& »w$|ÁÏù
`tã
<Ú#ts?
$uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur xsù yy$oYã_
$yJÍkön=tã
3
÷bÎ)ur öN?ur&
br&
(#þqãèÅÊ÷tIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr&
xsù yy$uZã_
ö/ä3øn=tæ #sÎ)
NçFôJ¯=y
!$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3
(#qà)¨?$#ur
©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3
tbqè=uK÷ès?
×ÅÁt/
ÇËÌÌÈ
Artinya:
“Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah
Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka
tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.”
1. Tafsir
Mufradat
v Menurut
Ahmad Mushthafa Al Maraghi kata $ygyèóãr artinya batas kemampuan, yaitu
tidak melebihi kemampuan yang ada. Adapun At-Taqah pengertiannya adalah akhir
derajat kemampuan. Dan tidak ada sesuatu itu selain Al-Ajzut tamm yang berarti
tidak mampu.[1]
Menurut Hasbi
ash-Siddiqy, kata $ygyèóãr Artinya, kewajiban yang dibebankan
kepada si ibu atas anak bayinya atau beban kepada si ayah adalah sebatas
kemampuannya dan tidak mendatangkan kesukaran.
Jadi dapat dikatakan bahwa
ibu dan ayah memang mempunyai kewajiban atas anaknya, tapi tidak melebihi
kemampuan mereka, artinya sebisa mereka saja tidak memaksakan apalagi sampai
menyakiti diri mereka sendiri.
v Menurut
Ahmad Mushthafa Al Maraghi, kata Al-Musyawarah, at-Tasyawur, atau al-Masyurah
artinya sama yaitu musyawarah. Jelasnya bahwa apabila kedua orang tua menghendaki
agar bayinya disapih sebelum dua tahun, dan mereka telah bermusyawarah serta
saling merelakan, maka mereka boleh melakukan hal ini. Sebab pembatas ini hanya
dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan bayi dan mencegah bahaya. Dan jika
mereka melihat manfaat pada masa kurang dari dua tahun atau lebih, maka mereka
boleh melakukannya. Dalam hal ini semua permasalahan diserahkan kepada
kebijaksanaan mereka berdua.[2]
Menurut Hasbi
ash-Siddiqy, kata ãr$t±s?ur atinya musyawarah. Maksudnya ibu
dan ayah mempunyai hak yang sama atas anaknya, dapat melepaskan anak dari
persusuan sebelum usianya cukup dua tahun atau sesudahnya, apabila keduanya
telah sepakat dan sama-sama rela (meridhohi). Sebab pembatasan waktu penyusuan
selama dua tahun sebenarnya untuk kemaslahatan dan menolak kemudaratan.
Menurut pendapat Abu
Muslim, melepaskan anak dari susuan boleh diartikan dengan memisahkan anak
dengan ibunya. Anak dibawa oleh ayahnya untuk diserahkan kepada perempuan lain,
sedangkan ibu pun meridhahi yang demikian.
Al-Qur’an menyuruh kita
bermusyawarah dalam mendidik anak. Baik ayah ataupun ibunya tidak boleh
sewenang-wenang dalam pemeliharaan anak.
v Menurut
Ahmad Mushthafa Al Maraghi kata $rá÷èpRùQ$$Î/
artinya apa yang dianggap baik oleh syariat dan adat.[3]
Menurut Teungku Hasbi As-Siddiqi kata $rá÷èpRùQ$$Î/
berarti lazim atau layak, artinya jika kamu menghendaki anak – anak mu disusui
perempuan lain, maka tak ada dosa bagi mu melakukan hal itu, tentu saja apa
bila kamu mampu memberikan upah kepada perempuan lain yang menyusui sesuai
dengan ketentuan yang lazim berlaku (‘uruf) dengan memperhatikan kemaslahatan
perempuan yang menyusui, kemaslahatan si anak, dan kemaslahatan orang tuanya.[4]
Jadi dapat disimpulkan bahwa apapun yang
dilakukan orang tua kepada anaknya diperbolehkan asalkan itu demi kebaikan anak
maupun orang tuanya sendiri.
2. Kandungan
ayat
Kandungan ayat pada ayat-ayat yang lalu,
Allah telah menjelaskan hokum-hukum talak dan menjelaskan pula tentang haramnya
berbuat adl bagi para wali. Pada ayat selanjutnya Allah menjelaskan tentang
masalah menyusukan anak. Cara bermuamalah yang baik antara suami dan istri
dalam kehidupan berumah tangga. Mendidik anak-anak dan memenuhi kebutuhan
mereka melalui musyawarah dan saling merelakan antara suami dan istri.
Dalam ayat ini Allah menyebut
hokum-hukum kerelaan (ridho) dalam penyusuan anak dan cara-cara pergaulan yang
baik (makruf) antara pasangan suami istri dan tugas mendidik anak dengan
musyawarah dan saling merelakan antara bapak dan ibunya.
3. Asbabun
Nuzul –
B. Surah
Al-Kahfi ayat 1
ß÷Kptø:$# ¬! üÏ%©!$# tAtRr&
4n?tã ÍnÏö7tã |=»tGÅ3ø9$#
óOs9ur @yèøgs
¼ã&©!
2%y`uqÏã ÇÊÈ
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang
Telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan dia tidak mengadakan
kebengkokan [5]di
dalamnya.
1. Tafsir
Mufradat
Menurut M. Quraish Sihab, kata %y`uqÏã
adalah iwajan/bengkok menyipati sesuatu yang immaterial. Thabathaba’i
berpendapat bahwa bila huruf (tã) ‘ain pada kata itu di
fhatahkan sehingga berbunyi ‘awaj, maka maknanya adalah sesuatu yang
bengkoknya terlihat dengan mudah, dan bila di-kasrah-kan seperti bunyi ayat ini
‘iwaj, maka ia adalah kebengkokan
yang sulit terlihat dan memerlukan pemikiran yang dalam untuk mengetahuinya.
Jika pendapat ini diterima, maka itu berarti jangankan kebengkokan yang jelas,
yang sulit di temukan pun tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam arti, walau
dibahas dan diteliti untuk dicari kesalahannya, pasti tidak akan ditemukan.[6]
Ada juga yang memahami ‘Iwajan
dalam arti tidak lurus lagi tidak sempurna. Dengan demikian, dinafikannya kebengkokan
bagi Al-Qur’an berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan kitab suci itu
lurus dan sempurna bukan hanya pada redaksi atau makna-maknanya, tetapi juga
tujuan dan tata turunnya, serta siapa yang membawa turun (malaikat jibril) dan
menerimanya (Nabi Muhammad). Pemahaman ini demikian karena redaksi ayat diatas
menyatakan lam yaj’al lahu ‘iwajan/ tidak membuat padanya kebengkokan,
bukannya menyatakan lam yaj’alpihi ‘iwajan/ tidak membuat didalamnya
kebengkokan.
Artinya al-Quran itu sempurna, tidak ada
sedikitpun kesalahan atau hal yang tidak baik dalam al-Qur’an sebagai pedoman
hidup manusia. Jika ada manusia yang mengatakan ada yang keliru dalam ayat
al-Qur’an, sebenarnya orang yang mengartikannya yang salah. Karena al-Qur’an
telah diciptakan Allah dengan sebaik-baiknya.
2. Kandungan
Ayat
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa
Dia telah menurunkan al-Qur’an kepada Muhammad dalam keadaan yang sangat
sempurna dan di dalamnya tidak terdapat keterangan yang saling bertentangan
(kontradiktif).
Ayat pertama, Allah ta'ala mengawali dan mengakhiri surah ini
dengan memuji diri-Nya. Ada empat surah – selain surah Al-Fatihah yang
awalannnya menggunakan pujian (al-Hamdulillah) yakni Al Kahfi [18] ayat 1, Al
An'am [6] ayat 1, Saba [34] ayat 1, dan Fathir [35] ayat 1. Dia (Allah) memuji
atas apa yang diturunkan-Nya yakni Al-Kitab (Al-Qur'an). Dia memuji karenanya,
sebab nikmat yang paling besar yang dianugerahkan kepada penduduk bumi lantaran
mampu memberikan manfaat yang dapat mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada
cahaya. Dia menjadikan semua kandungan yang berada di dalam Al-Qur'an tidak ada
satu pun yang menyimpang dari jalan kebenaran, dan tiada kebengkokan. Hal ini
juga sesuai dengan garis lurus yaitu tegas dan jitu dan dapat
dipertanggungjawabkan menurut pertimbangan akal yang sehat dan budi yang bersih.[7]
3.
Asbabun Nuzul –
C. Munasabah
Antar Ayat
Dari ayat-ayat diatas jika dikaitkan
dengan judul yaitu sewa-menyewa dan perwakilan dapat dikatakan bahwa dalam
setiap transaksi sewa-menyewa kita harus memperhatikan batas kemampuan kita,
tidak memaksakan kehendak yang berlebih-lebihan, saling bermusyawarah agar
semua pihak yang terlibat tidak ada yang merasa terzhalimi, dan hendaknya
transaksi yang dilakukan itu adalah transaksi yang baik.
Adapun dalam pelaksanaanya dapat
diwakilkan kepada orang yang terdekat dan dapat dipercaya. Al-Qur’an adalah
kitab suci yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, berisi tentang
aturan kehidupan di dunia maupun hal-hal yang berkaitan dengan akherat, dan
dijadikan sebagai pedoman bagi umat Islam. Isi al-Qur’an dikatakan dalam surah
al-Kahfi sempurna, dimana tidak ada
kesalahan sedikitpun. Oleh karena itu, dalam menjalani kehidupan ini hendaknya
kita selalu mengikuti apa yang tertera di dalam al-Qur’an agar kita tidak
tersesat ke dalam dosa yang bisa menyengsarakan kita sendiri nantinya.
[1] Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Semarang, CV. Toha
Putra, 1993, Hlm. 317
[2] Ibid,
[3] Ibid, Hlm. 318
[4] Teungku M. Hasbi Ash-Siddiqi, Tafsir al-Quranul Majid an-Nuur 1,
Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000, Hlm. 405
[5] tidak
ada dalam Al-Quran itu makna-makna yang berlawananan dan tak ada penyimpangan
dari kebenaran.
[6] M. Quraish Sihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002,
Hlm. 7
[7] //http.www.ringkasan-tafsir-qs-al-kahfi-ayat-1-5
0 komentar:
Posting Komentar