Blogger news

Pages

Senin, 13 Mei 2013

Cobaan Hidup diakhir Zaman

Artinya:
Yahya bin Ayub dan Khotaibah dan Ibnu Hajar semuanya mengatakan kepadaKu, dari Ismail bin Ja’far, Ibnu Abu berkata, Ismail mengatakan Al-A’la mengatakan kepadaKu dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Sallaullah hualaihi wasallam bersabda:“Bersegeralah kalian beramal saleh sebelum kedatangan fitnah (ujian) yang seperti potongan malam. Seseorang di pagi hari dalam keadaan beriman (mukmin) namun di sore harinya menjadi kafir; dan ada orang yang di sore hari dalam keadaan beriman namun di pagi hari menjadi kafir. Dia menjual agamanya dengan perhiasan dunia.”[1]
A.           Penjelasan Dari Hadis Riwayat Abu Hurairah
Bersegera mengerjakan amal-amal saleh hukumnya wajib, yaitu sebelum waktunya terlewat karena sibuk mengurusi harta benda, anak-anak, terkena sakit, tua, atau mati. Makna hadits diatas adalah perintah, untuk bersegera mengerjakan amal-amal saleh sebelum terjadi fitnah, seperti gelapnya malam hari yang sangat pekat di mana orang-orang dalam keadaan bingung dan seseorang berbalik menjadi kafir sesudah beriman.
Demikian pula sebaliknya, dalam hari yang sama karena sangat kejamnya fitnah. Seseorang dengan mudah menjual agamanya dengan keduniawian yang sedikit. Dikatakan sedikit karena dunia dan seisinya ini bila dibandingkan dengan pahala di akherat tidak ada artinya sama sekali.
1.    Selalu Waspada dan Meningkatkan keimanan
Pada kalimat awal di katakan sesungguhnya sebelum terjadinya hari kiamat akan timbul berbagai huru hara bagaikan sepotong malam yang gelap gulita. Maksudnya akan terdapat bayak godaan keimanan orang mukmin dalam mempertahankan agamanya. Munculnya fitnah (ujian/cobaan) besar berupa bercampuraduknya  kebenaran dan kebathilan. Iman menjadi goyah, sehingga seseorang beriman pada pagi hari dan menjadi kafir pada sore hari, beriman pada sore hari dan menjadi kafir pada pagi hari.[2]
Apabila kita telah yakin berada di atas jalan yang benar, diatas Sunnah dan Qur’an, maka tetaplah waspada, jangan cepat merasa aman.  Seiring berjalannya waktu dan kehidupan dunia ini, bisa jadi kita telah menyimpang tanpa sadar dari jalan yang benar.
Kita harus senantiasa berhati-hati, karena tidak akan ada sekaligus pada diri kita rasa cinta kepada ilmu dan cinta kepada dunia. Namun, yang terjadi adalah apabila rasa cinta kepada dunia mendominasi, maka rasa cinta kepada ilmu akan menyingkir, begitupun sebaliknya. Maka jika cinta kita terhadap dunia mendominasi, kita pasti akan meninggalkan ilmu dan akan menyia-nyiakan diri kita. Dari Syaikh Muhammad Ali Imam berkata : “Masuk ke dalam dunia adalah mudah sekali, namun keluar darinya sungguh sangat sulit.”
Betapa banyak orang menjadi sia-sia padahal dulunya mereka adalah penuntut ilmu dan sangat rajin menyempurnakan ibadahnya, tapi kemudian ia bergantung kepada dunia, akhirnya hilang dan menjadi orang yang tidak berguna.
2.   Bahaya Dunia Bagi Seorang Muslim         
Kita harus ingat bahwa pemberian-pemberian Allah SWT yang berupa makanan, harta benda, anak, dan semisalnya, dan dunia beserta isinya  merupakan ujian bagi manusia.  Allah SWT berfirman, yang artinya: “Dan ketahuilah bahwa harta-harta kalian dan anak-anak kalian itu tidak lain hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 28)
Dunia sangat berbahaya bagi seorang muslim. Inilah kenyataannya. Lihatlah keadaan orang-orang di sekitar kita. Ketika mereka lebih dekat kepada kemiskinan (yakni dalam keadaan miskin), mereka lebih bertakwa kepada Allah dan lebih khusyu’. Rajin shalat berjama’ah di masjid, menghadiri majelis ‘ilmu dan lain-lain. Namun, ketika banyak hartanya, mereka semakin lalai dan semakin berpaling dari jalan Allah. Dan muncullah sikap melampaui batas dari mereka.
Akhirnya, sekarang manusia menjadi orang-orang yang selalu merindukan keindahan dunia dan perhiasannya: mobil, rumah, tempat tidur, pakaian dan lain-lainnya. Dengan ini semuanya, mereka saling membanggakan diri antara satu dengan lainnya. Dan mereka berpaling dari amalan-amalan yang akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat.
Jadilah majalah-majalah, koran-koran dan media lainnya tidaklah membicarakan kecuali tentang kemegahan dunia dan apa-apa yang berkaitan dengannya. Dan mereka berpaling dari akhirat, sehingga rusaklah manusia kecuali orang-orang yang Allah kehendaki.
Maka kesimpulannya, bahwasanya ketika kita berada di dunia, kita memohon kepada Allah agar menyelamatkan kita semua dari kejelekannya. Dan apa bila kita tergoda maka dunia ini akan membawa kejelekan dan akan menjadikan kita semua manusia melampaui batas dan hancur.
                    
3.    Ambisi/Hawa Nafsu terhadap Harta yang Menyesatkan
Kerusakan yang muncul karena ambisi/hawa nafsu seseorang untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan. Ambisi/hawa nafsu akan mendorong seseorang untuk mengorbankan agamanya. Adapun harta, dikatakan merusak karena ia memiliki potensi untuk mendorongnya terjatuh dalam syahwat serta mendorongnya untuk berlebihan dalam bersenang-senang dengan hal-hal mubah. Sehingga akan menjadi kebiasaannya. Terkadang ia terikat dengan harta lalu tidak dapat mencari dengan cara yang halal, akhirnya ia terjatuh dalam perkara syubhat (meragukan/ berpotensi bahaya). Ditambah lagi, harta akan melalaikan seseorang dari zikrullah. Hal-hal seperti ini tidak akan terlepas dari siapapun.
Daya rusak ambisi/hawa nafsu terhadap harta dan kedudukan terjadi melalui dua langkah yang berjalan dengan mulus, tanpa sadar, dan tiba-tiba manusia telah tersesat jauh dari agamanya (menyimpang tanpa sadar), yaitu:
Mula-mula, rasa cinta harta dan kedudukan yang membuat kita sangat berupaya mencarinya dari jalan-jalannya yang halal. Seiring berjalannya waktu, karena sudah mulai dimanjakan harta dan kedudukan kita mencari dengan jalan-jalan yang mubah.
Dalam kondisi atau tahap ini ambisinya mungkin belum berakibat buruk yang nyata, kecuali sekadar menyia-nyiakan umurnya, yang semestinya dapat ia manfaatkan untuk memperoleh derajat yang tinggi dan kenikmatan akhirat yang kekal. Umurnya dihabiskan secara sia-sia dengan ambisi dalam mencari rezeki, yang sebenarnya rezeki telah dijamin dan dibagi-bagikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita tidak akan mendapatkan rezeki melainkan sesuai dengan apa yang telah Allah SWT takdirkan.
Kemudian, ambisi terhadap harta dan kedudukan telah berkembang jauh dari yang tadinya menggunakan jalan-jalan halal, mubah, kemudian mulai menggunakan jalan-jalan yang haram dan tidak menunaikan hak yang wajib. Ini termasuk syuh (ambisi) yang tercela.
Ketika ambisi kepada harta itu sampai kepada derajat semacam ini, maka dengan ini agama seseorang akan dengan nyata terkurangi. Karena ia tidak melaksanakan kewajiban dan malah melakukan yang haram, yang menyebabkan menurunnya agama seseorang tanpa keraguan sedikitpun lagi. Bahkan ada yang datang ke dukun, para normal dan yang sejenisnya untuk meminta jimat, jampi-jampi dan sejenisnya kepada mereka. Atau memelihara/meminta bantuan makhluk halus (tuyul) dalam rangka mendapat kekayaan.
Dalam Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “akan datang suatu masa dimana orang tidak lagi memperdulikan apa yang diperolehnya, apakah itu dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. An-Nasa’i)
Dengan ini mereka telah menjual aqidah dan agamanya dengan kesenangan duniawi yang rendah dan sesaat.
Perkara yang terpenting bagi seorang hamba adalah menjaga agamanya. Serta merasa rugi apabila muncul kekurangan di dalam menjalankan agama. Cinta seorang hamba terhadap harta dan kedudukan, upaya yang ia tempuh untuk mendapatkannya, ambisi untuk meraih harta dan kedudukan, serta kerelaan bersusah-payah untuk mengalahkan, hanya akan menyebabkan kehancuran agama dan runtuhnya sendi-sendi agamanya. Simbol-simbol agama akan terhapus. Bangunan-bangunan agamanya pun akan roboh. Ditambah lagi bahaya yang akan ia hadapi karena menempuh sebab-sebab kebinasaan.
    
4.    Ujian Melatih Kesabaran
Yang dimaksud perhiasan dunia disini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan dunia, baik harta, jabatan, keluarga dan segala hal yang ada adalah memungkinkan adanya cobaan/fitnah bagi umat Islam. Untuk itu dibutuhkan keimanan yang kuat dalam diri manusia agar ia tidak dibutakan oleh kehidupan dunia dan melupakan kehidupan yang abadi yaitu akhirat dan terlebih Allah.
Memang benar kita diperintahkan untuk bekerja keras demi mencari rezeki di dunia. Namun bukan berarti kita harus merelakan, melupakan bahkan menjual agama kita dengan harta. Padahal tujuan kita hidup di dunia ini adalah demi kehidupan di akhirat dan semua itu kuncinya terletak pada ketaatan kita kepada agama yang berarti menyangkut tentang keimanan kepada Tuhan yang menciptakan kita semua. Dan hendaknya kita semua sabar dalam menerima semua ujian yang diberikan oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 155:
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ
Artinya:               
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
Menurut tafsir Teungku Muhammad Hasbi Ash Shieddieqy kata úïÎŽÉ9»¢Á9$# memiliki arti bahwa Allah memberikan cobaan kepada hambanya dengan suatu macam ketakutan terhadap musuh dan bencana alam, gagal panen agar menjadikan kita untuk selalu ingat dan bersyukur sekaligus mengingat berbagai bencana dan musibah tersebut dengan penuh kesabaran.[3]
Ayat ini menunjukan bahwa kesabaran merupakan pintu hidayah bagi hati. Dan seorang mukmin membutuhkan kesabaran dalam segala keadaan. Yang lebih penting lagi, saat dilanda berbagai musibah, maka kesabaran benar-benar dituntut untuk selalu dikuatkan keberadaannya. Tidak bisa tidak, karena musibah-musibah yang terjadi tidak lepas dari ketentuan Allah. Sehingga ketidaksabaran, justru akan menggoreskan cacat pada akidah seseorang dalam menjalani berbagai aspek kehidupan.
Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa kepala
Ujian yang diberikan kepada manusia adalah untuk melatih kesabaran manusia itu sendiri. Kesabaran dalam menghadapi kegagalan dalam usaha, kekurangan makanan, dan problem lain dalam kegiatan ekonomi. Orang yang mengerti tentang akidah islam, tentu akan bersabar dengan sebenar-benarnya, dan yakin bahwa itu semua adalah takdir Allah yang bertujuan untuk menguji kekuatan iman seseorang. Mereka akan tatap berujang di jalan Allah, dan tidak pernah putus asa. Karena mereka yakin jika mereka sabar dalam menghadapi ujian-ujian itu, mereka akan mendapat kebahagiaan yang sejati.
5.    Allah MahaPemberi Rezeki dan Maha Segalanya
Selain itu juga yang perlu diperhatikan adalah, bahwa segala hal yang berkaitan dengan ke-Tuhan-an jauh lebih penting barulah setelah itu urusan duniawi. Hal ini terlihat dari firman Allah dalam surah Al-Jumu’ah ayat 11 yang berbunyi:
#sŒÎ)ur (#÷rr&u ¸ot»pgÏB ÷rr& #·qølm; (#þqÒxÿR$# $pköŽs9Î) x8qä.ts?ur $VJͬ!$s% 4 ö@è% $tB yZÏã «!$# ׎öyz z`ÏiB Èqôg¯=9$# z`ÏBur Íot»yfÏnF9$# 4 ª!$#ur çŽöyz tûüÏ%꧍9$# ÇÊÊÈ
Artinya:
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki.”
Dalam ayat di atas dijelaskan ketika Rasul sedang berkhotbah dan para umatnya bubar untuk melihat perniagaan atau permainan, Allah memerintahkan Nabi untuk mengatakan bahwa segala hal yang berkaitan dengan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada perniagaan atau permainan, karena Allah adalah sebaik-baiknya pemberi rezeki.
Kemudian Allah berfirman dalam surat Hud ayat 6 yang artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata[4] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”
Menurut tafsir Ahmad Musthofa, kata $ygè%øÍ memiliki makna bahwa tidak ada makhluk dari jenis manapun diatas Bumi kecuali rezekinya ditanggung oleh Allah, tidak ada bedanya tentang hal itu, baik biatang-binatang kecil yang tidak bisa dilihat mata kepala, atau bertubuh besar atau sedang. Demikian pula, Allah telah memberikan kepada masing-masing penciptaan-Nya yang sesuai dengan penghidupannya.[5]
Kandungan ayat dalam surat ini yaitu semua makhluk Allah telah diatur rizqinya oleh Allah. Kita harus menerima semua rizqi yang telah Allah karuniakan dan mensyukurinya. Rizqi yang ada dibumi ini tidak hanya untuk manusia saja, melainkan untuk makhluk Allah yang lain seperti binatang. Kita hendaknya tidak semena-mena menggunakan sumber daya yang ada, hingga membuat kehidupan binatang menjadi terusik. Sebagai orang yang telah mengetahui Islam, hendaknya kita memilih rizqi yang berkah, agar hidup kita juga menjadi berkah.
Artinya dari segala sesuatu yang ada, yang berkaitan dengan Tuhan dan agama adalah hal yang paling terpenting. Karena Allah-lah yang menciptakan semesta alam beserta isinya ini.
B.     Fiqhul Hadis
1.    Beramal Shaleh
Dalam Hadis riwayat Abu Hurairah dalam kalimat yang pertama menjelaskan bahwa kita diperintahkan untuk segera beramal shaleh. Amal Shaleh terdiri dari dua kata yaitu amal dan shaleh. Amal artinya melakukan/melakukan/membuat, sedangkan Shaleh artinya segala sesuatu yang bersifat baik dan berguna atau dapat diartikan sebagai kebaikan-kebaikan yang yang dilakukan menurut perintah-perintah dan larangan-larangan yang ditentukan oleh Allah SWT. Dari itu, amal shaleh berarti melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT yang terkandung didalam islam termasuk menjual agama demi perhiasan dunia.
Terdapat beberapa janji-janji Allah SWT kepada mereka yang beriman dan beramal shaleh. Diantaranya ialah keuntungan dunia dan akhirat, nikmat surga, penghapusan dan pengampunan dosa-dosa, diberi petunjuk dan panduan, dikurniakan derajat yang tinggi, dianugerahkan kekuasaan, mendapat rezeki yang mulia (berkat), dibalas dengan pahala yang secara berterusan, dicurahkan rahmat dan dilepaskan daripada kegelapan hidup kepada cahaya.
Amal shaleh yang amat disukai oleh Allah SWT adalah amal-amal yang telah diwajibkan kepada manusia untuk dilaksanakan misalnya seperti shalat lima waktu. Allah SWT senang bila hambaNya menambah amal-amal shaleh dalam rangka mendekatkan diri kepadanya akan tetapi Ia juga tidak senang bila hambaNya melalaikan amal yang wajib karena amal yang lain walaupun itu adalah amal shaleh. Allah SWT tidak akan menghendaki orang yang melaksanakan shalat sunnah semalam penuh akan tetapi lalai pada shalat yang wajib karena bangun tidur terlalu siang. Selanjutnya, amal shaleh Allah SWT setelah amal-amal wajib adalah amal yang bisa dirasakan manfaatnya bagi hambaNya yang lain.
Adapun dasar keberadaan amal saleh ini antara lain firman Allah SWT dalam surah An-Nahl (16) ayat 97, "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesung­guhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik..."
Jadi, dapat disimpulkan bahwa beramal shaleh hukumnya wajib bagi seluruh umat Islam.
2.    Menjual agama demi perhiasan dunia
Berdasarkan hadits utama berarti kita dapat simpulkan bahwa seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat atau mengaku muslim haruslah bersikap sangat waspada ketika ia menjalani era penuh fitnah di Akhir Zaman.
Alloh subhannahu wa ta’ala berfirman :
4 `tBur ÷ŠÏs?ötƒ öNä3ZÏB `tã ¾ÏmÏZƒÏŠ ôMßJuŠsù uqèdur ֍Ïù%Ÿ2 y7Í´¯»s9'ré'sù ôMsÜÎ7ym óOßgè=»yJôãr& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur ( y7Í´¯»s9'ré&ur Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $ygŠÏù šcrà$Î#»yz ÇËÊÐÈ               
Artinya:
“…Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”(Al-Baqarah: 217)
Ayat ini mengindikiasikan bahwa amalan orang murtad itu gugur, akan tetapi para ulama’ berbeda pendapat, apakah amalan itu gugur dengan murtad itu sendiri, atau gugurnya amal jika kemurtadannya berlanjut sampai mati.
Pendapat pertama, Imam malik dan Abu Hanifah mengatakan bahwa status amalan orang murtad gugur karena kemurtadannya.[6]
Menurut hanafiyah, murtad dapat menggugurkan seluruh amal sholeh yang telah ia lakukan ketika masih islam, jika suatu saat ia bertaubat diwaktu sholat yang telah ia kerjakan, maka ia wajib melaksanakannya untuk kali kedua, walaupun sebenarnya ia sudah melaksanakannya. Begitu juga haji, ia harus mengulang haji yang pernah ia lakukan sebelum murtad, tapi perlu digaris bawahi, tidak selamanya gugurnya gugurnya pahala menandakan amalnya juga gugur, sebagaimana seseorang yang sholat di sebuah tempat tanpa seizin pemiliknya, walaupun sholatnya sah dan tidak perlu mengqodho’ tapi dia tidak mendapat pahala menurut mayoritas ulama’.
Pendapat kedua adalah pendapat imam syafi’I, beliau berpendapat bahwa status amal seseorang akan gugur jika kemurtadannya berlanjut sampai mati. Hal ini juga selaras dengan apa yang dikatakan oleh sayyid sabiq, beliau berkata bahwa barang siapa yang murtad, dan kemurtadannya berlanjut sampai mati, maka seluruh amalnya gugur dan dia termasuk penduduk neraka, kekal didalamnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Hukum menjual agama demi harta adalah dilarang/haram hukumnya, bahkan bila tidak segera bertobat bisa dikatakan Murtad atau keluar dari agama Islam.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes