Artinya:
Yahya bin Ayub
dan Khotaibah dan Ibnu Hajar semuanya mengatakan kepadaKu, dari Ismail bin
Ja’far, Ibnu Abu berkata, Ismail mengatakan Al-A’la mengatakan kepadaKu dari
ayahnya dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Sallaullah hualaihi wasallam
bersabda:“Bersegeralah kalian beramal saleh sebelum kedatangan fitnah
(ujian) yang seperti potongan malam. Seseorang di pagi hari dalam keadaan
beriman (mukmin) namun di sore harinya menjadi kafir; dan ada orang yang di
sore hari dalam keadaan beriman namun di pagi hari menjadi kafir. Dia menjual agamanya
dengan perhiasan dunia.”[1]
A.
Penjelasan Dari Hadis
Riwayat Abu Hurairah
Bersegera
mengerjakan amal-amal saleh hukumnya wajib, yaitu sebelum waktunya terlewat
karena sibuk mengurusi harta benda, anak-anak, terkena sakit, tua, atau mati.
Makna hadits diatas adalah perintah, untuk bersegera mengerjakan amal-amal
saleh sebelum terjadi fitnah, seperti gelapnya malam hari yang sangat pekat di
mana orang-orang dalam keadaan bingung dan seseorang berbalik menjadi kafir sesudah
beriman.
Demikian
pula sebaliknya, dalam hari yang sama karena sangat kejamnya fitnah. Seseorang
dengan mudah menjual agamanya dengan keduniawian yang sedikit. Dikatakan
sedikit karena dunia dan seisinya ini bila dibandingkan dengan pahala di
akherat tidak ada artinya sama sekali.
1. Selalu
Waspada dan Meningkatkan keimanan
Pada kalimat awal di katakan sesungguhnya sebelum terjadinya hari
kiamat akan timbul berbagai huru hara bagaikan sepotong malam yang gelap gulita.
Maksudnya akan terdapat bayak godaan keimanan orang mukmin dalam
mempertahankan agamanya. Munculnya fitnah
(ujian/cobaan) besar berupa bercampuraduknya kebenaran dan kebathilan.
Iman menjadi goyah, sehingga seseorang beriman pada pagi hari dan menjadi kafir
pada sore hari, beriman pada sore hari dan menjadi kafir pada pagi hari.[2]
Apabila
kita telah yakin berada di atas jalan yang benar, diatas Sunnah dan Qur’an,
maka tetaplah waspada, jangan cepat merasa aman. Seiring berjalannya
waktu dan kehidupan dunia ini, bisa jadi kita telah menyimpang tanpa sadar dari
jalan yang benar.
Kita
harus senantiasa berhati-hati, karena tidak akan ada sekaligus pada diri kita
rasa cinta kepada ilmu dan cinta kepada dunia. Namun, yang terjadi adalah
apabila rasa cinta kepada dunia mendominasi, maka rasa cinta kepada ilmu akan
menyingkir, begitupun sebaliknya. Maka jika cinta kita terhadap dunia
mendominasi, kita pasti akan meninggalkan ilmu dan akan menyia-nyiakan diri
kita. Dari Syaikh Muhammad Ali Imam berkata : “Masuk ke dalam dunia adalah
mudah sekali, namun keluar darinya sungguh sangat sulit.”
Betapa
banyak orang menjadi sia-sia padahal dulunya mereka adalah penuntut ilmu dan
sangat rajin menyempurnakan ibadahnya, tapi kemudian ia bergantung kepada
dunia, akhirnya hilang dan menjadi orang yang tidak berguna.
2. Bahaya
Dunia Bagi Seorang Muslim
Kita harus ingat bahwa
pemberian-pemberian Allah SWT yang berupa makanan, harta benda, anak, dan
semisalnya, dan dunia beserta isinya merupakan ujian bagi manusia. Allah SWT
berfirman, yang artinya: “Dan ketahuilah bahwa harta-harta kalian dan anak-anak
kalian itu tidak lain hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi
Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 28)
Dunia sangat berbahaya bagi seorang
muslim. Inilah kenyataannya. Lihatlah keadaan orang-orang di sekitar kita.
Ketika mereka lebih dekat kepada kemiskinan (yakni dalam keadaan miskin),
mereka lebih bertakwa kepada Allah dan lebih khusyu’. Rajin shalat berjama’ah
di masjid, menghadiri majelis ‘ilmu dan lain-lain. Namun, ketika banyak
hartanya, mereka semakin lalai dan semakin berpaling dari jalan Allah. Dan
muncullah sikap melampaui batas dari mereka.
Akhirnya, sekarang manusia menjadi
orang-orang yang selalu merindukan keindahan dunia dan perhiasannya: mobil,
rumah, tempat tidur, pakaian dan lain-lainnya. Dengan ini semuanya, mereka
saling membanggakan diri antara satu dengan lainnya. Dan mereka berpaling dari
amalan-amalan yang akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat.
Jadilah majalah-majalah, koran-koran
dan media lainnya tidaklah membicarakan kecuali tentang kemegahan dunia dan
apa-apa yang berkaitan dengannya. Dan mereka berpaling dari akhirat, sehingga
rusaklah manusia kecuali orang-orang yang Allah kehendaki.
Maka kesimpulannya, bahwasanya
ketika kita berada di dunia, kita memohon kepada Allah agar menyelamatkan kita
semua dari kejelekannya. Dan apa bila kita tergoda maka dunia ini akan membawa
kejelekan dan akan menjadikan kita semua manusia melampaui batas dan hancur.
3. Ambisi/Hawa
Nafsu terhadap Harta yang Menyesatkan
Kerusakan yang muncul
karena ambisi/hawa nafsu seseorang untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan.
Ambisi/hawa nafsu akan mendorong seseorang untuk mengorbankan agamanya. Adapun
harta, dikatakan merusak karena ia memiliki potensi untuk mendorongnya terjatuh
dalam syahwat serta mendorongnya untuk berlebihan dalam bersenang-senang dengan
hal-hal mubah. Sehingga akan menjadi kebiasaannya. Terkadang ia terikat dengan
harta lalu tidak dapat mencari dengan cara yang halal, akhirnya ia terjatuh
dalam perkara syubhat (meragukan/ berpotensi bahaya). Ditambah lagi, harta akan
melalaikan seseorang dari zikrullah. Hal-hal seperti ini tidak akan terlepas
dari siapapun.
Daya rusak ambisi/hawa
nafsu terhadap harta dan kedudukan terjadi melalui dua langkah yang berjalan
dengan mulus, tanpa sadar, dan tiba-tiba manusia telah tersesat jauh dari
agamanya (menyimpang tanpa sadar), yaitu:
Mula-mula, rasa cinta
harta dan kedudukan yang membuat kita sangat berupaya mencarinya dari
jalan-jalannya yang halal. Seiring berjalannya waktu, karena sudah mulai
dimanjakan harta dan kedudukan kita mencari dengan jalan-jalan yang mubah.
Dalam
kondisi atau tahap ini ambisinya mungkin belum berakibat buruk yang nyata,
kecuali sekadar menyia-nyiakan umurnya, yang semestinya dapat ia manfaatkan
untuk memperoleh derajat yang tinggi dan kenikmatan akhirat yang kekal. Umurnya
dihabiskan secara sia-sia dengan ambisi dalam mencari rezeki, yang sebenarnya
rezeki telah dijamin dan dibagi-bagikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita tidak
akan mendapatkan rezeki melainkan sesuai dengan apa yang telah Allah SWT
takdirkan.
Kemudian,
ambisi terhadap harta dan kedudukan telah berkembang jauh dari yang tadinya menggunakan
jalan-jalan halal, mubah, kemudian mulai menggunakan jalan-jalan yang haram dan
tidak menunaikan hak yang wajib. Ini termasuk syuh (ambisi) yang tercela.
Ketika
ambisi kepada harta itu sampai kepada derajat semacam ini, maka dengan ini
agama seseorang akan dengan nyata terkurangi. Karena ia tidak melaksanakan
kewajiban dan malah melakukan yang haram, yang menyebabkan menurunnya agama
seseorang tanpa keraguan sedikitpun lagi. Bahkan ada yang datang ke
dukun, para normal dan yang sejenisnya untuk meminta jimat, jampi-jampi dan sejenisnya
kepada mereka. Atau memelihara/meminta bantuan makhluk halus (tuyul) dalam
rangka mendapat kekayaan.
Dalam
Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “akan datang
suatu masa dimana orang tidak lagi memperdulikan apa yang diperolehnya, apakah
itu dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. An-Nasa’i)
Dengan ini mereka telah menjual
aqidah dan agamanya dengan kesenangan duniawi yang rendah dan sesaat.
Perkara
yang terpenting bagi seorang hamba adalah menjaga agamanya. Serta merasa rugi
apabila muncul kekurangan di dalam menjalankan agama. Cinta seorang hamba
terhadap harta dan kedudukan, upaya yang ia tempuh untuk mendapatkannya, ambisi
untuk meraih harta dan kedudukan, serta kerelaan bersusah-payah untuk
mengalahkan, hanya akan menyebabkan kehancuran agama dan runtuhnya sendi-sendi
agamanya. Simbol-simbol agama akan terhapus. Bangunan-bangunan agamanya pun
akan roboh. Ditambah lagi bahaya yang akan ia hadapi karena menempuh
sebab-sebab kebinasaan.
4. Ujian
Melatih Kesabaran
Yang dimaksud perhiasan
dunia disini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan dunia, baik
harta, jabatan, keluarga dan segala hal yang ada adalah memungkinkan adanya
cobaan/fitnah bagi umat Islam. Untuk itu dibutuhkan keimanan yang kuat dalam
diri manusia agar ia tidak dibutakan oleh kehidupan dunia dan melupakan
kehidupan yang abadi yaitu akhirat dan terlebih Allah.
Memang benar kita
diperintahkan untuk bekerja keras demi mencari rezeki di dunia. Namun bukan
berarti kita harus merelakan, melupakan bahkan menjual agama kita dengan harta.
Padahal tujuan kita hidup di dunia ini adalah demi kehidupan di akhirat dan
semua itu kuncinya terletak pada ketaatan kita kepada agama yang berarti
menyangkut tentang keimanan kepada Tuhan yang menciptakan kita semua. Dan
hendaknya kita semua sabar dalam menerima semua ujian yang diberikan oleh
Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 155:
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur
&äóÓy´Î/ z`ÏiB
Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur
<Èø)tRur z`ÏiB
ÉAºuqøBF{$#
ħàÿRF{$#ur
ÏNºtyJ¨W9$#ur 3
ÌÏe±o0ur
šúïÎŽÉ9»¢Á9$#
ÇÊÎÎÈ
Artinya:
“Dan
sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.”
Menurut tafsir
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shieddieqy kata úïÎŽÉ9»¢Á9$#
memiliki arti bahwa Allah memberikan cobaan kepada hambanya dengan suatu macam
ketakutan terhadap musuh dan bencana alam, gagal panen agar menjadikan kita
untuk selalu ingat dan bersyukur sekaligus mengingat berbagai bencana dan
musibah tersebut dengan penuh kesabaran.[3]
Ayat ini
menunjukan bahwa kesabaran merupakan pintu hidayah bagi hati. Dan seorang
mukmin membutuhkan kesabaran dalam segala keadaan. Yang lebih penting lagi,
saat dilanda berbagai musibah, maka kesabaran benar-benar dituntut untuk selalu
dikuatkan keberadaannya. Tidak bisa tidak, karena musibah-musibah yang terjadi
tidak lepas dari ketentuan Allah. Sehingga ketidaksabaran, justru akan
menggoreskan cacat pada akidah seseorang dalam menjalani berbagai aspek
kehidupan.
Sabar menghadapi
sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar
tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di
dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan
kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana
badan yang tidak ada artinya tanpa kepala
Ujian yang diberikan
kepada manusia adalah untuk melatih kesabaran manusia itu sendiri. Kesabaran
dalam menghadapi kegagalan dalam usaha, kekurangan makanan, dan problem lain
dalam kegiatan ekonomi. Orang yang mengerti tentang akidah islam, tentu akan
bersabar dengan sebenar-benarnya, dan yakin bahwa itu semua adalah takdir Allah
yang bertujuan untuk menguji kekuatan iman seseorang. Mereka akan tatap
berujang di jalan Allah, dan tidak pernah putus asa. Karena mereka yakin jika
mereka sabar dalam menghadapi ujian-ujian itu, mereka akan mendapat kebahagiaan
yang sejati.
5. Allah
MahaPemberi Rezeki dan Maha Segalanya
Selain itu juga
yang perlu diperhatikan adalah, bahwa segala hal yang berkaitan dengan
ke-Tuhan-an jauh lebih penting barulah setelah itu urusan duniawi. Hal ini
terlihat dari firman Allah dalam surah Al-Jumu’ah ayat 11 yang berbunyi:
#sŒÎ)ur
(#÷rr&u‘
¸ot»pgÏB
÷rr& #·qølm;
(#þq‘ÒxÿR$#
$pköŽs9Î)
x8qä.ts?ur
$VJͬ!$s%
4
ö@è% $tB
y‰ZÏã
«!$# ׎öyz z`ÏiB
Èqôg¯=9$#
z`ÏBur Íot»yfÏnF9$#
4
ª!$#ur çŽöyz tûüÏ%Ηº§9$#
ÇÊÊÈ
Artinya:
“Dan apabila mereka
melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan
mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang
di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah
sebaik-baik pemberi rezeki.”
Dalam ayat di atas
dijelaskan ketika Rasul sedang berkhotbah dan para umatnya bubar untuk melihat
perniagaan atau permainan, Allah memerintahkan Nabi untuk mengatakan bahwa
segala hal yang berkaitan dengan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik
daripada perniagaan atau permainan, karena Allah adalah sebaik-baiknya pemberi
rezeki.
Kemudian
Allah berfirman dalam surat Hud ayat 6 yang artinya: “Dan tidak ada suatu
binatang melata[4]
pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui
tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam
Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”
Menurut tafsir
Ahmad Musthofa, kata $ygè%ø—Í‘
memiliki makna bahwa tidak ada makhluk dari jenis manapun diatas Bumi kecuali
rezekinya ditanggung oleh Allah, tidak ada bedanya tentang hal itu, baik
biatang-binatang kecil yang tidak bisa dilihat mata kepala, atau bertubuh besar
atau sedang. Demikian pula, Allah telah memberikan kepada masing-masing
penciptaan-Nya yang sesuai dengan penghidupannya.[5]
Kandungan
ayat dalam surat ini yaitu semua makhluk Allah telah diatur rizqinya oleh
Allah. Kita harus menerima semua rizqi yang telah Allah karuniakan dan mensyukurinya.
Rizqi yang ada dibumi ini tidak hanya untuk manusia saja, melainkan untuk
makhluk Allah yang lain seperti binatang. Kita hendaknya tidak semena-mena
menggunakan sumber daya yang ada, hingga membuat kehidupan binatang menjadi
terusik. Sebagai orang yang telah mengetahui Islam, hendaknya kita memilih
rizqi yang berkah, agar hidup kita juga menjadi berkah.
Artinya
dari segala sesuatu yang ada, yang berkaitan dengan Tuhan dan agama adalah hal
yang paling terpenting. Karena Allah-lah yang menciptakan semesta alam beserta
isinya ini.
B.
Fiqhul Hadis
1. Beramal
Shaleh
Dalam Hadis riwayat Abu
Hurairah dalam kalimat yang pertama menjelaskan bahwa kita diperintahkan untuk
segera beramal shaleh. Amal Shaleh terdiri
dari dua kata yaitu amal dan shaleh. Amal artinya melakukan/melakukan/membuat, sedangkan Shaleh artinya segala sesuatu yang bersifat
baik dan berguna atau dapat diartikan sebagai kebaikan-kebaikan yang yang
dilakukan menurut perintah-perintah dan larangan-larangan yang ditentukan oleh
Allah SWT. Dari itu, amal shaleh berarti melaksanakan perintah-perintah dan
menjauhi larangan-larangan Allah SWT yang terkandung didalam islam
termasuk menjual agama demi perhiasan dunia.
Terdapat
beberapa janji-janji Allah SWT kepada mereka yang beriman dan beramal shaleh.
Diantaranya ialah keuntungan dunia dan akhirat, nikmat surga, penghapusan dan
pengampunan dosa-dosa, diberi petunjuk dan panduan, dikurniakan derajat yang
tinggi, dianugerahkan kekuasaan, mendapat rezeki yang mulia (berkat), dibalas
dengan pahala yang secara berterusan, dicurahkan rahmat dan dilepaskan daripada
kegelapan hidup kepada cahaya.
Amal shaleh
yang amat disukai oleh Allah SWT adalah amal-amal yang telah diwajibkan kepada
manusia untuk dilaksanakan misalnya seperti shalat lima waktu. Allah SWT senang
bila hambaNya menambah amal-amal shaleh dalam rangka mendekatkan diri kepadanya
akan tetapi Ia juga tidak senang bila hambaNya melalaikan amal yang wajib
karena amal yang lain walaupun itu adalah amal shaleh. Allah SWT tidak akan
menghendaki orang yang melaksanakan shalat sunnah semalam penuh akan tetapi
lalai pada shalat yang wajib karena bangun tidur terlalu siang. Selanjutnya,
amal shaleh Allah SWT setelah amal-amal wajib adalah amal yang bisa dirasakan
manfaatnya bagi hambaNya yang lain.
Adapun dasar
keberadaan amal saleh ini antara lain firman Allah SWT dalam surah An-Nahl (16)
ayat 97, "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik..."
Jadi, dapat disimpulkan bahwa beramal shaleh hukumnya wajib
bagi seluruh umat Islam.
2. Menjual agama demi
perhiasan dunia
Berdasarkan hadits
utama berarti kita dapat simpulkan bahwa seseorang yang telah mengucapkan dua
kalimat syahadat atau mengaku muslim haruslah bersikap sangat waspada ketika ia
menjalani era penuh fitnah di Akhir Zaman.
Alloh subhannahu wa ta’ala berfirman :
4 `tBur ÷ŠÏ‰s?ötƒ öNä3ZÏB `tã ¾ÏmÏZƒÏŠ ôMßJuŠsù uqèdur ÖÏù%Ÿ2 y7Í´¯»s9'ré'sù ôMsÜÎ7ym óOßgè=»yJôãr& ’Îû $u‹÷R‘‰9$# ÍotÅzFy$#ur ( y7Í´¯»s9'ré&ur Ü=»ysô¹r& Í‘$¨Z9$# ( öNèd $ygŠÏù šcrà$Î#»yz ÇËÊÐÈ
Artinya:
“…Barang siapa yang murtad di antara kamu dari
agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.”(Al-Baqarah: 217)
Ayat
ini mengindikiasikan bahwa amalan orang murtad itu gugur, akan tetapi para
ulama’ berbeda pendapat, apakah amalan itu gugur dengan murtad itu sendiri,
atau gugurnya amal jika kemurtadannya berlanjut sampai mati.
Pendapat
pertama, Imam malik dan Abu Hanifah mengatakan bahwa status amalan orang
murtad gugur karena kemurtadannya.[6]
Menurut
hanafiyah, murtad dapat menggugurkan seluruh amal sholeh yang telah ia lakukan
ketika masih islam, jika suatu saat ia bertaubat diwaktu sholat yang telah ia
kerjakan, maka ia wajib melaksanakannya untuk kali kedua, walaupun sebenarnya
ia sudah melaksanakannya. Begitu juga haji, ia harus mengulang haji yang pernah
ia lakukan sebelum murtad, tapi perlu digaris bawahi, tidak selamanya gugurnya
gugurnya pahala menandakan amalnya juga gugur, sebagaimana seseorang yang
sholat di sebuah tempat tanpa seizin pemiliknya, walaupun sholatnya sah dan
tidak perlu mengqodho’ tapi dia tidak mendapat pahala menurut mayoritas ulama’.
Pendapat kedua adalah pendapat imam syafi’I,
beliau berpendapat bahwa status amal seseorang akan gugur jika kemurtadannya
berlanjut sampai mati. Hal ini juga selaras dengan apa yang
dikatakan oleh sayyid sabiq, beliau berkata bahwa barang siapa yang murtad, dan
kemurtadannya berlanjut sampai mati, maka seluruh amalnya gugur dan dia
termasuk penduduk neraka, kekal didalamnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Hukum menjual agama
demi harta adalah dilarang/haram hukumnya, bahkan bila tidak segera bertobat
bisa dikatakan Murtad atau keluar dari agama Islam.
0 komentar:
Posting Komentar